ONEWS MEDIA
PONTIANAK | KALBAR
Rumah Sakit dan Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan yang setiap pelayanannya menghasilkan limbah medis Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dalam jumlah yang tidak sedikit.
Dengan adanya kebijakan pengelolaan limbah medis B3 maka diharapkan bagi setiap rumah sakit serta puskesmas dapat menerapkan kegiatan pengelolaan limbah medis B3 yang sesuai dan terpadu berdasarkan Peraturan Pemerintah No 22 tahun 2021 agar tidak menimbulkan kerugian terhadap kesehatan manusia dan lingkungan hidup.
Berdasarkan sumber informasi Dinas Kesehatan Provinsi Kalbar, bahwa ada 16 Rumah sakit umum, khusus dan bersalin di Kota Pontianak dan 23 Puskesmas.
Pengamat Hukum dan Kebijakan Publik Dr. Herman Hofi Munawar mengatakan “Kita berharap Pemkot Pontianak dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup memikirkan masalah limbah medis dari rumah sakit, klinik-klinik maupun puskesmas.
Limbah medis merupakan sisa dari aktifitas medis dari rumah sakit yang sudah tidak terpakai lagi.
Sampah medis berbeda dengan sampah pada umum nya, karena itu perlu penanganan secara khusus”. Ucapnya saat d wawancarai pada Senin, 3/07/2023.
“Tentu kita yakin benar Dinas Kesehatan dan Dinas Lingkungan Hidup paham benar bahwa sampah medis memiliki kandungan yang berbahaya dan beracun.
Maka Pembuangan sampah medis tidak dapat dilakukan disembarang tempat, apabila seseorang membuang sampah medis disembarang tempat tentunya akan membawa dampak buruk pada lingkungan.
Lalu pertanyaan nya apakah tindakan membuang sampah medis sembarangan merupakan suatu tindak pidana? Berbagai regulasi telah mengatur secara jelas”.
“ Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 pengelolaan limbah B3 meliputi kegiatan penetapan, pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan dan pengolahan limbah B3.
Karakteristiknya Limbah Medis B3 Puskesmas merupakan limbah Infeksius.
Berdasarkan sumbernya Limbah Medis B3 Rumah Sakit dan Puskesmas yaitu Sumber spesifik umum diantaranya Limbah infeksius, Produk farmasi kadarluasa, Bahan kimia kadarluasa, Peralatan laboratorium terkontaminasi B3 dan Peralatan medis mengandung logam berat seperti merkuri, cadmium dan sejenisnya”.
“Saat ini pengelolaan limbah medis belum dilakukan secara optimal sesuai aturan yang telah di tentukan, dan bahkan ditemukan pembuangan sampah medis secara sembarangan.
Membuang sampah medis merupakan bentuk pelanggaran. Dinas Kesehatan dan Dinas Lingkungan Hidup sangat memahami bahwa Tiap pelayanan kesehatan sudah memiliki regulasi dalam pembuangan sampah medis. Berdasarkan Pasal 60 UU. No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) menjelaskan bahwa Setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin.
Dumping (pembuangan) adalah kegiatan membuang, menempatkan, dan/atau memasukkan limbah dan/atau bahan dalam jumlah, konsentrasi, waktu, dan lokasi tertentu dengan persyaratan tertentu ke media lingkungan hidup tertentu Pasal 104 UUPLH menjelaskan sanksi yang diterima bagi Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin, dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak Rp. 3 miliar Maka tindakan pembuangan limbah medis disembarang tempat merupakan suatu tindak pidana yg diatur dengan Pasal 104 UU PPLH yang ancaman pidananya ialah selama 3 tahun”.
Selanjutnya Dr. Herman Hofi menyampaikan Pemkot Pontianak harus peduli dan optimal dalam pengelolaan limbah B3 karena Tujuan Pengelolaan Limbah medis B3 ini dapat Melindungi pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan masyarakat sekitar Rumah sakit dan Puskesmas dari penyebaran infeksi dan cidera.
Mencegah penggunaan yang salah dan penyalahgunaan limbah medis padat dan Terciptanya kondisi lingkungan tempat kerja yang bersih, indah, nyaman dan sehat.ucapnya.
red_Muhammad